MAKKAH - Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar menilai permasalahan visa haji mujamalah yang biasa digunakan keberangkatan haji furoda harus dibicarakan Indonesia dan Arab Saudi.
Sebab haji furoda dan visa mujamalah ramai menjadi sorotan usai 46 jamaah haji furoda asal Indonesia dideportasi oleh otoritas Arab Saudi karena tidak lolos proses imigrasi. Diketahui visa yang digunakan 46 jamaah ini dari Singapura dan Malaysia. Bahkan, visa tersebut diduga palsu dan merupakan hasil editan menggunakan aplikasi.
"Tentu ini wilayahnya pemerintah Saudi, kita ya enggak bisa ikut campur tangan. Paling tidak kemampuan kita ya diplomasi tentu saja pengawasan yang kita sangat tidak bisa berbuat apa-apa itu hak hak mutlak ada di pemerintah Saudi, tapi sekali lagi komersialisasi visa ini harus dibicarakan 2 negara ini," kata Muhaimin usai rapat koordinasi dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Makkah, Selasa (5/7/2022).
Sementara itu, Gus Men sapaan akrab Menag Yaqut mengatakan, penerbitan visa mujamalah sepenuhnya kewenangan pemerintah Saudi. Tugas pemerintah Indonesia hanya melakukan diplomasi agar prakteknya lebih tertata, lebih baik. Kemudian melakukan pengawasan atas pelaksanaannya terutama pada proses transaksional visa.
"Karena visa yang kita tahu kan udah enggak ada bayarnya, kan undangan ya," katanya.
Baca juga:Â Pelaksanaan Haji 2022 Berjalan Lancar di Tengah Isu Kuota Tambahan dan Furoda
Sementara soal isu komersialisasi visa, Menag akan mengecek lebih lanjut. Perlu diingat, Kementerian Agama menegaskan bahwa sama sekali tidak memiliki kewenangan dalam mengelola visa haji mujamalah.
Kewenangan Kementerian Agama adalah pengelolaan visa haji kuota Indonesia seperti visa kuota haji reguler dan visa kuota haji khusus.
Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa visa haji Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu: visa haji kuota Indonesia dan visa haji mujamalah undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Karena sifatnya adalah undangan raja, pengelolaan visa tersebut di bawah kewenangan langsung Kedutaan Besar Arab Saudi.
Adapun terkait teknis keberangkatannya, pemegang visa mujamalah harus berangkat ke Arab Saudi melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Ayat (2) pasal 18 UU No 8 Tahun 2019 mengatur bahwa warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui PIHK.
Ketentuan ini dimaksudkan agar proses pemberangkatan setiap WNI yang akan menunaikan ibadah haji tercatat. Di samping itu, pihak penyelenggara yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah PIHK.
Ayat (3) pasal 18 mengatur bahwa PIHK yang memberangkatkan WNI yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada Menteri.