SURABAYA - Seorang pria berperawakan kecil di koridor Asrama Haji Embarkasi Surabaya, terlihat begitu gesit dan bersemangat bersama jamaah haji lainnya. Aura bahagia terpancar jelas dari wajah keriputnya.
Dialah Mohammad Djaelani. Dia adalah jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 7 Embarkasi Surabaya. Bapak dari tiga orang putra asal Saradan Madiun ini tak menyangka doa yang selalu ia langitkan selama ini akhirnya terwujud.
Djaelani bukanlah pekerja kantoran yang mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan. Ia harus mengumpulkan rupiah demi rupiah melalui tetesan keringatnya sebagai seorang kuli bangunan untuk mewujudkan harapannya menunaikan rukun Islam kelima.
"Saya ini orang miskin, tidak ada bayangan saat itu untuk bisa naik haji. Wong buat makan aja saya mesti susah payah jadi kuli bangunan," tutur Djaelani mengawali kisahnya saat ditemui pada Rabu (8/6/2022).
Pada 1980, Djaelani mulai mengais rezeki di perantauan sebagai kuli bangunan. Meski tak tentu penghasilan yang bisa didapatkan, Djaelani tak lupa menyisihkannya sebagian untuk ditabung.
"Tahun 2007, uang tabungannya saya terkumpul Rp5 juta. Uang itu saya gunakan beli sapi," kenang pria yang kini berusia 62 tahun ini.
Dua tahun berlalu, Djaelani menjual sapinya seharga Rp8 juta. Uang tersebut lantas ia belikan tanah seharga Rp10 juta, dengan mencari pinjaman bank untuk menutupi kekurangannya. Di saat itu, keinginannya pergi haji makin membuncah. Ia bernadzar dalam hati, bila ada yang mau membeli tanahnya, uangnya akan digunakan untuk daftar haji.
"Ketika Allah sudah berkehendak, maka kun fayakun, jadilah maka jadi. Seorang dermawan mau membeli tanah Djaelani seharga Rp25 juta.
"Tanah saya, yang harganya Rp10 juta, tidak pake ditawar langsung dibeli seharga Rp25 juta. Alhamdulillah, uangnya pas buat daftar haji," ucap Djaelani terharu.
Follow Berita Okezone di Google News