Kalau lebih dari tiga orang berkumpul, pasti ada saja yang di-bully atau dikerjai. Tak terkecuali dalam rombongan jamaah haji.
Selama 40 hari berkumpul, di pondokan, di jalan, di tenda, terjalin keakraban yang sulit dilukiskan. Dan, ini terus terjalin sampai ke Tanah Air. Ada rasa persaudaraan yang kental, merasa senasib dan seperjuangan, tanpa dibatasi status dan jabatan.
Dikutip dari buku Orang Madura Naik Haji Mati Ketawa ala Orang-Orang Madura karya Abdul Mukti Thabrani, di antara jamaah haji biasanya, pasti ada satu dua orang yang jadi "jagoan". Kalau tidak dikerjai", ya, ia yang rajin "ngerjai" orang. Inilah yang sulit dilupakan.
Adalah Ramsidin, jamaah haji asal Pamekasan yang agak kurang pintar, tetapi sebenarnya ia baik dan penolong. Ia selalu "dikerjai" oleh teman-temannya satu rombongan. Pasalnya, Ramsidin ini disuruh apa saja pasti bersedia. Sialnya, ia sering bertanya apa saja kepada kawan-kawannya, yang tentu saja jawaban diberikan semakin ngawur.
Dan dasar Ramsidin, kenapa yang ditanya bukan kiai, bukan ustadz, kok malah nanya pada siapa saja yang ia jumpai karena memang pada dasarnya Ramsidin suka ibadah, ia senang menghabiskan waktunya di Masjidil Haram.