MAKKAH - Umumnya jamaah haji, termasuk dari Indonesia kini masuk ke Kota Suci Makkah dari Jeddah melalui jalur expressway. Namun, teryata selain jalur mulus itu, terdapat pilihan jalur lain yang tak kalah menawan.
Jalur yang sangat jarang dilewati jamaah tersebut biasa dikenal jalur lama. Disebut jalur lama lantaran puluhan tahun lalu, jalur ini adalah satu-satunya jalur andalan yang menghubungkan jamaah haji atau warga dari Jeddah ke Makkah.
Follow Berita Okezone di Google News
Dulu sebelum ramai haji dengan pesawat terbang, jamaah biasanya masuk ke Tanah Suci lewat Pelabuhan Jeddah. Mereka akan bersama-sama ke Makkah dengan angkutan darat.
Sebelumnya mereka berbelanja bekal di Jeddah atau dikenal kawasan Bab Makkah (Pintu Makkah). Dari sinilah, mereka lantas ke Makkah melewati jalur lama dengan naik unta ataupun dengan kendaraan bermesin saat itu.
Lokasi jalur lama sebenarnya tak jauh dengan jalur expressway atau highway, kira-kira hanya dipisahkan sekira 2 kilometer. Di antara dua jalur ini sebagian berisi pemukiman, namun sebagian lain lebih berupa gunung-gunung.
Namun meski tak terlampau jauh, jarang sekali orang tertarik melewatinya. Apalagi, usai diterjang banjir bandang pada 2009 lalu, jalur lama rusak berat. Tanah dan lumpur-lumpur bekas banjir masih jelas menempel di sejumlah ruas. Selain itu, pohon-pohon yang bertumbangan juga banyak berserakan tak terurus.
Bahkan usai diguyur hujan dalam sepekan ini, beberapa titik tampak masih tergenang. Aspal juga banyak yang mengelupas dan bergelombang. Model jalan di Arab Saudi yang tak dilengkapi dengan selokan di pinggirnya membuat jalan kian mudah kotor usai hujan.
Inilah yang membuat jalur sepanjang kurang lebih 80 kilometer ini jarang dijamah. Peminat jalur ini sebagian besar hanyalah sopir truk ataupun orang-orang yang terpaksa masuk kawasan ini lantaran kepentingan bisnis atau pekerjaan. Ini beralasan sebab sepanjang jalur ini banyak berdiri pabrik, gudang atau garasi perusahaan bus semacam Hafil dan Tamimi.
Padahal jalur ini memiliki satu lokasi sejarah Islam penting, yakni Masjid Hudaibiyah/As-Syamisi, tempat perjanjian antara umat Islam dari kaum Kafir Quraisy digelar saat zaman Nabi Muhammad SAW atau pada 628 Masehi.
Perjanjian ini meski dianggap kontroversial, namun sangat penting karena secara tak langsung orang Kafir Makkah mengakui Islam. Berkat perjanjian inilah Nabi bersama sekitar 2.000 umatnya dari Madinah bisa menjalankan umrah di Baitullah.
“Sopir malas lewat sini kalau nggak terpaksa, apalagi jalur baru sekarang seperti tol plus gratis lagi,” cerita Muhammad Imam Syarqowi, sopir yang mengantar wartawan Media Center Haji menelusuri jalur lawas ini.
Jalur ini memang tidak senikmat jalur baru. Jalannya masih sempit, tiap jalur hanya berisi dua lajur dan lampu penerangan tidak ngancar-ngancar seperti jalur baru. Toh demikian, pengendara tetap bisa ngebut, minimal mampu injak gas hingga kecepatan 120 kilometer per jam. Bagi orang Arab yang mayoritas hobi ngebut, jalur ini cukup pas untuk uji nyali.
(ded)